1. Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan
yang dalam bahasa belanda dikenal dengan sebutan verbintenis ternyata memiliki
arti yang lebih luas daripada perjanjian. Hal ini disebabkan karena hukum
perikatan juga mengatur suatu hubungan hukum yang tidak bersumber dari
suatu persetujuan atau perjanjian. Hukum perikatan yang demikian timbul dari
adanya perbuatan melanggar hukum “onrechtmatigedaad” dan perkataan yang timbul
dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan
“zaakwaarneming”.
Meskipun telah disebutkan bahwa pengaturan mengenai hukum perikatan diatur
dalam Buku III BW, namun pengertian mengenai hukum
perikatan itu sendiri tidak diurai dalam Buku Ketiga BW atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
2.
Sumber Hukum Perikatan
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar
hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai
berikut :
- Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
- Perikatan yang timbul dari undang-undang
- Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber
perikatan berdasarkan undang-undang :
- Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
- Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
- Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang
3.Azas-azas Dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH
Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
·
·Asas Kebebasan
Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata
yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi
para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
·
Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya
kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan
dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
4. Wanprestasi
Sebelum meninjau
wanprestasi ada baiknya terlebih dahulu kita mengenal yang dimaksud dengan
prestasi. Dalam suatu perjanjian, pihak-pihak yang bertemu saling mengungkapkan
janjinya masing-masing dan mereka sepakat untuk mengikatkan diri satu sama lain
dalam Perikatan untuk melaksanakan sesuatu. Pelaksanaan sesuatu itu merupakan
sebuah prestasi, yaitu yang dapat berupa:
Menyerahkan suatu
barang (penjual menyerahkan barangnya kepada pembeli dan pembeli menyerahkan
uangnya kepada penjual).
Berbuat sesuatu (karyawan
melaksanakan pekerjaan dan perusahaan membayar upahnya).
Tidak berbuat sesuatu
(karyawan tidak bekerja di tempat lain selain di perusahaan tempatnya sekarang
bekerja).
Jika debitur tidak
melaksanakan prestasi-prestasi tersebut yang merupakan kewajibannya, maka
perjanjian itu dapat dikatakan cacat – atau katakanlah prestasi yang buruk.
Wanprestasi merupakan suatu prestasi yang buruk, yaitu para pihak tidak
melaksanakan kewajibannya sesuai isi perjanjian. Wanpestasi dapat terjadi baik
karena kelalaian maupun kesengajaan. Wanprestasi seorang debitur yang lalai
terhadap janjinya dapat berupa:
a. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan
dilakukannya.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak
sesuasi dengan janjinya.
c. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tapi
terlambat.
d. Melakukan suatu perbuatan yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukan
Kapan tepatnya debitur melakukan wanprestasi? Menjawab
pertanyaan ini gampang-gampang sulit. Gampang karena pada saat membuat surat
perjanjian telah ditentukan suatu waktu tertentu sebagai tanggal pelaksanaan
hak dan kewajiban (tanggal penyerahan barang dan tanggal pembayaran). Dengan
lewatnya waktu tersebut tetapi hak dan kewajiban belum dilaksanakan, maka sudah
dapat dikatakan terjadi wanrestasi.
Waktu terjadinya wanprestasi
sulit ditentukan ketika di dalam perjanjian tidak disebutkan kapan suatu hak
dan kewajiban harus sudah dilaksanakan. Bentuk prestasi yang berupa “tidak
berbuat sesuatu” mudah sekali ditentukan waktu terjadinya wanprestasi, yaitu
pada saat debitur melaksanakan suatu perbuatan yang tidak diperbolehkan itu.
Jika dalam perjanjian
tidak disebutkan kapan suatu hak dan kewajiban harus dilaksanakan, maka
kesulitan menentukan waktu terjadinya wanprestasi akan ditemukan dalam bentuk
prestasi “menyerahkan barang” atau “melaksanan suatu perbuatan”. Di sini tidak
jelas kapan suatu perbuatan itu harus dilakasanakan, atau suatu barang itu
harus diserahkan. Untuk keadaan semacam ini, menurut hukum perdata, penentuan
wanprestasi didasarkan pada surat peringatan dari debitur kepada kreditur –
yang biasanya dalam bentuk somasi (teguran). Dalam peringatan itu kreditur
meminta kepada debitur agar melaksanakan kewajibannya pada suatu waktu tertentu
yang telah ditentukan oleh kreditur sendiri dalamsurat peringatannya. Dengan
lewatnya jangka waktu seperti yang dimaksud dalam suratperingatan, sementara
debitur belum melakasanakan kewajibannya, maka pada saat itulah dapat dikatakan
telah terjadi wanprestasi.
Debitur yang
wanprestasi kepadanya dapat dijatuhkan sanksi, yaitu berupa membayar kerugian
yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar
biaya perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan.
5. Hapusnya
Perikatan
HAPUSNYA PERIKATAN
pasal 1381:
Pembayaran
Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan
Pembaharuan utang
Perjumpaan utang atau kompensasi
Percampuran utang
Pembebasan utang
Musnahnya barang yang terutabf
Kebatalan atau pembatalan
Berlakunya suatu syarat batal
Lewatnya waktu.
Referensi :
http://bachtiarseptiyadi.blogspot.com/2012/05/hukum-perikatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar